Jumat, 09 Juli 2010

Teknik Aplikasi Pupuk Urea dan Compound 55 di Pre Nursery Tanaman Kelapa Sawit

1. Pendahuluan

1.1. Teori Umum Pemupukan

Menurut Sukana, E (1984), pengertian luas pemupukan ialah pemberian bahan kepada tanah dengan maksud memperbaiki atau meningkatkan kesuburan tanah, sedangkan menurut pengertian khusus ialah pemberian bahan yang dimaksudkan untuk penambahan hara tanaman pada tanah. Pemberian bahan yang dimaksut yaitu pemberian yang bertujuan untuk memperbaiki suasana tanah, baik fisika, kimia ataupun biologi tanah. Kerjasama dalam arti khusus berguna meningkatkan atau memperbaiki keterserapan hara pupuk melalui peranan bahan amendeman (penggantian) dalam mengefektifkan interaksi tanah dan pupuk. Dalam budidaya tanaman kelapa sawit, pemupukan merupakan salah satu hal yang penting bagi tanaman karena pemupukan yang berfungsi untuk menambah unsur hara yang tersedia dalam jumlah sedikit di dalam tanah. Dampak dari pemupukan yang efektif akan terlihat pada pertumbuhan tanaman yang optimal (PPKS, 2008).

1.2. Pembibitan Kelapa Sawit

Menurut Sinuraya, R (2007), pembibitan adalah suatu proses menumbuh dan mengembangkan benih menjadi bibit yang siap untuk ditanam. Pembibitan juga merupakan tahap awal dalam mempersiapkan bahan tanaman untuk kegiatan budidaya tanaman kelapa sawit yang sangat berpengaruh terhadap produksi. Tujuannya adalah untuk menghasilkan bibit berkualitas tinggi, yang tersedia saat lahan tanam telah disiapkan (PPKS,2007).

Pembibitan kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara satu tahap dan dua tahap. Untuk pembibitan satu tahap, berarti penanaman kecambah kelapa sawit langsung dilakukan pada pembibitan utama, sedangkan sistem pembibitan dua tahap terdiri dari pembibitan awal (prenursery) selama ±3 bulan pada polybag berukuran kecil dan pembibitan utama (main nursery) dilakukan dari bibit berumur 4 sampai 12 bulan dalam polybag besar (PPKS,2007). Pada pembibitan awal (prenursery) terdapat beberapa tahap kegiatan yang harus dilakukan, meliputi persiapan media tanam, pembangunan naungan, pemberian nama kelompok varietas, penanaman, penyiraman, pemupukan, pengendalian hama penyakit, seleksi bibit dan ketepatan transplanting (PPKS,2007). Selain melakukan tahap-tahap pembibitan dengan benar, pemahaman tentang pemupukan bibit prenursery juga sangat diperlukan, untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bibit yang berkualitas baik.

1.3. Pemupukan Kelapa Sawit di Prenursery

Menurut Lubis (2008), pemberian pupuk pada bibit sangat jelas memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan, namun jika pemberian pupuk yang berlebihan akan berpengaruh menekan pertumbuhan dan juga bisa berakibat kematian. Di pembibitan ini, aplikasi pemupukan dilakukan dari bibit berumur satu sampai tiga bulan. Bibit kelapa sawit biasanya memberikan respon yang sangat baik terhadap campuran unsur NPK yang diberikan. Seperti yang diuraikan Dirjenbun (2009), bahwa dalam hal pemupukan, rekomendasi pemupukan N, P, K untuk bibit kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi umum daerahnya, dan tidak didasarkan pada status hara tanah.

Dengan demikian sangat mungkin dosis pupuk yang diberikan menjadi tidak tepat. Maka, kaidah pemupukan menggunakan 5 prinsip pemupukan yang harus benar-benar dilaksanakan yaitu tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu, tepat lokasi dan tepat cara. Aplikasi pupuk NPK yang efektif dan efisien terutama bila diberikan dengan dosis rendah secara kontiniu, dan tersedia air bersih yang cukup.

Selain itu juga pemberian pupuk yang kurang dapat menunjukan gejala kekurangan hara, misalnya kekurangan N, cirinya warna daun kekuningan pucat dan menghambat pertumbuhan bibit, walaupun penyiranman telah dilakukan dengan baik. Dengan kondisi ini aplikasi pupuk pada pembibitan prenursery penting dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan bibit atau menghilangkan gejala kekurangan hara (PPKS, 2008).

1.3. Karakteristik Pupuk Urea dan Compaund 55

Pupuk urea merupakan jenis pupuk tunggal yang mengandung satu hara utama yaitu unsur hara Nitrogen 46% dan tidak memiliki hara lain, berbentuk granular (butiran) berwarna putih dengan reaksi agak masam, higroskopisitas (penyerapan uap air yang ada di udara) tinggi, pencician atau penguapan tinggi, dan ketersediaan yang relatif mudah (PT. Pupuk Sriwidjadja, 2010).

Sedangkan menurut News Business dan Motivation, 2009, pupuk compound 55 merupakan jenis pupuk majemuk yang memiliki lebih dari satu kandungan unsur hara yang terdiri dari Nitrogen 15%, Phospat 15%, Kalium 6% dan Magnesium 4%, berbentuk granular kasar (butiran kasar) berwarna coklat seperti warna tanah dengan reaksi masam, higroskopisitas (penyerapan uap air yang ada di udara) tinggi, pencucian atau penguapan sedang, dan ketersediaan yang relatif mudah .

2. Teknik Aplikasi Pemupukan

2.1. Persiapan pemupukan

Pada proses kegiatan pemupukan, hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan pemupukan yaitu :

1. Dipastikan semuan bahan dan alat yang akan digunakan seperti material pupuk urea, compound 55 dan air serta peralatan kaff atau gembor, dan ember atau tempat penampungan larutan pupuk, telah dipersiapkan .

2. Untuk memudahkan pelaksanaan pemberian pupuk dalam bentuk larutan, maka direkomendasikan pembuatan larutan untuk 5000 bibit terlebih dahulu. Rincian pembuatan larutan sebagai berikut :

1. Larutan untuk 3.000 bibit yaitu 300 gram urea dilarutkan dalam 3 liter air. Untuk larutan semprot sebanyak 15 liter (1 sprayer solo), tambahkan 300 ml larutan di atas ke dalam 14.700 ml air (atau encerkan 300 ml larutan menjadi 15 liter), lalu diaduk merata. Larutan ini cukup untuk 300 bibit.

2. Larutan untuk 3.000 bibit yaitu 300 gram pupuk compound 55 dilarutkan dalam 3 liter air. Untuk larutan semprot sebanyak 15 liter (1 sprayer solo), encerkan 300 ml larutan menjadi 15 liter, lalu diaduk merata. Larutan ini cukup untuk 300 bibit.

3. Pada saat penggunaan alat semprot (sprayer) atau gembor, maka harus dipastikan kebersihan dari alat tersebut (bebas dari herbisida atau racun).

2.2. Pelaksanaan Pemupukan

Waktu pemupukan merupakan hal yang sangat penting. Pada cuaca yang cerah dengan sinar matahari yang terik dan suhu udara tinggi, penyemprotan tidak dapat dilakukan karena dapat menyebabkan bibit terbakar, maka dari itu pemupukan dianjurkan dilakukan pada pagi hari. Pada bibit berumur 1-3 bulan pemupukan dilakukan dengan jenis pupuk yang berbeda dan dilakukan selang-seling setiap minggu selama bibit berada di prenursery. Pada PT. Swakarsa Group dilakukan pengaplikasian dua jenis pupuk yaitu urea dan compound 55 yang dilakukan dengan cara penyemprotan.

Penggunaan pupuk urea pada tahap prenursery dapat dilakukan pada minggu ganjil dengan konsentrasi pupuk 0,2% (10 gram pupuk dilarutkan dalam 5 liter air untuk 100 bibit). Cara pengaplikasiannya dengan melakukan penyemprotan yang dimulai pada bibit umur 1-3 bulan setelah ditanam, sedangkan pupuk majemuk 15-15-6-4 (compound 55) pada tahap pernursery dapat dilakukan pada minggu genap dengan konsentrasi pupuk yang sama dengan urea yaitu 0,2% (10 gram pupuk dilarutkan dalam 5 liter air untuk 100 bibit).

Dalam pengaplikasian pupuk pada pembibitan prenursery terdapat tahapan yang wajib dilakukan agar pekerjaan pemupukan dapat dilakukan dengan baik dan benar. Tahapan-tahapan tersebut yaitu :

1. Aplikasi pemupukan harus disesuaikan dengan program yang telah direkomendasikan oleh Departemen Riset. Di prenursery selalu dilakukan pemupukan dengan cara menyiramkan larutan pupuk (dengan menggunakan gembor).

2. Penyiraman dengan larutan pupuk baru dapat dilakukan jika penyiraman dengan air pada pagi hari telah selesai.

3. Untuk memudahkan pelaksanaan pemberian pupuk dalam bentuk larutan, maka direkomendasikan untuk membuat larutan pupuk terlebih dahulu. Larutan ini harus diencerkan sebelum disemprotkan atau disiramkan ke bibit.

4. Pemberian larutan pupuk dapat dilakukan dengan pompa semprot (knapsack sprayer) atau dengan gembor (disiram).

5. Gunakan pompa semprot yang bebas dari herbisida dan atau pestisida.

6. Jangan memberikan pupuk dalam bentuk granular pada baby polybag.

Dari penggunaan pupuk di pembibitan, di PT. swakarsa Group telah dilakukan penggunaan dua jenis pupuk yaitu pupuk urea dan compound 55 berdasarkan rekomendasi pemupukan dan standar operasional prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh perusahaan dengan benar.

3. Pertumbuhan Bibit dan Faktor yang Mempengaruhinya

3.1. Pertumbuhan Bibit di Prenursery

Menurut Pahan 2006, Pertumbuhan awal bibit merupakan periode kritis yang sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai pertumbuhan yang baik di pembibitan. Pertumbuhan dan vigor bibit tersebut sangat ditentukan oleh kecambah yang ditanam, morfologi kecambah dan cara penanamannya. Maka dari itu, pada tahap ini dilakukan penentuan bibit sampel yang akan digunakan untuk pengaplikasian pupuk secara acak. Adapun bibit sampel yang digunakan dalam pengamatan ini yaitu bibit kelapa sawit prenursery yang berumur 1 bulan setelah ditanam. Bibit yang digunakan yaitu berjumlah 5 buah yang dipilih secara acak di pembibitan prenursery. Setelah mendapatkan bibit sampel, maka kelima bibit tersebut diberi perlakuan pemupukan menggunakan pupuk Urea dan Compaund 55 yang dikakukan bergantian setiap minggu (pemupukan Urea pada minggu ganjil dan pemupukan Compaund 55 pada minggu genap).

Dari perlakuan pemupukan yang dilakukan di prenursery, pertumbuhan tinggi bibit dan jumlah daun dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Pengamatan pertumbuhan tinggi bibit dan jumlah daun

Minggu

Tinggi (cm)

Jumlah Daun (Helai)

Bibit 1

Bibit 2

Bibit 3

Bibit 4

Bibit 5

Bibit 1

Bibit 2

Bibit 3

Bibit 4

Bibit 5

0

5,1

3,9

4,1

5,6

4,7

2

2

2

2

2

1

8,1

7,2

7,6

8,4

8,6

3

3

3

3

2

2

10,7

8,8

8,9

9,5

11,4

3

3

3

3

3

3

11,4

9,5

9,7

11,3

12,2

3

4

4

4

3

4

13

9,7

11,8

13,9

12,7

4

4

4

4

4

Sumber : Data Olahan, 2010

Dari Tabel 1 pengamatan mengenai tinggi bibit bisa dilihat bahwa pertumbuhan tinggi bibit sempel kedua lebih rendah (9,7 cm) dari pada bibit yang lainnya. Sedangkan pertumbuahan tinggi bibit sempel keempat paling tinggi (13,9) dari pada bibit yang lainnya. Dan untuk jumlah daun bibit sempel pertama dan bibit sempel kelima terlihat pertumbuhan atau pembentukan daun lambat setiap minggunya, sedangkan pada bibit sempel kedua, ketiga dan keempat pertumbuhan atau pembentukan daunnya cepat setiap minggunya. Tetapi pada minggu keempat semua bibit sempel memiliki jumlah daun yang sama yaitu 4 helai. Pada umur ini pembentukan daun bibit pada kelapa sawit normal adalah 4 helai.

Tabel 2. Rata-Rata Pertumbuhan Bibit kelapa Sawit di Prenursery

Minggu

Tinggi (cm)/Minggu

Bibit 1

Bibit 2

Bibit 3

Bibit 4

Bibit 5

1

3

3,3

3,5

2,8

3,9

2

2,6

1,6

1.3

1,1

2,8

3

0,7

0,7

0,8

1,8

0,8

4

1,6

0,2

2,1

0,6

0.5

Rata-rata

1,9

1,4

1,9

2

2,2

Sumber : Data Olahan. 2010

Dari Tabel 2 diatas pertumbuhan bibit kelapa sawit prenursery yang menggunakan pupuk urea dan compound 55 terlihat bahwa, pertumbuhan bibit sempel pertama selama empat minggu tinggi bibit rata-rata mencapai 1,9 cm dengan jumlah daun 4 helai. pertumbuhan bibit sempel kedua selama empat minggu tinggi bibit rata-rata mencapai 1,4 cm dengan jumlah daun 4 helai, pertumbuhan bibit sempel ketiga selama empat minggu rata-rata tinggi 1,9 cm dengan jumlah daun 4 helai, pertumbuhan bibit sempel keempat selama empat minggu rata-rata tinggi 2 cm dengan jumlah daun empat helai dan pertumbuhan bibit sempel kelima selama empat minggu, rata-rata tinggi 2,2 cm dengan jumlah daun 4 helai.

Dari Tabel 1,2 diatas juga terlihat rata-rata pertumbuhan bibit per minggu yang paling rendah terdapat pada bibit sempel kedua dengan tinggi 1,4 cm. Hal ini diduga dipengaruhi oleh kesalahan dalam teknis budidaya tanaman khususnya pada pembibitan prenursery seperti, kurangnya dosis pupuk yang diberikan, penyiraman yang kurang, media tanam yang tidak tepat dan penggunaan alat semprot yang sudah tercampur racun.

Sedangkan rata-rata pertumbuhan bibit per minggu yang paling tinggi terdapat pada bibit sempel keempat dengan tinggi 2,2 cm, dari pertumbuhan bibit ini diduga bahwa bibit sempel keempat mendapatkan asupan hara dan air yang cukup yang dibutuhkan oleh tananaman atau bibit tersebut.

3.2. Faktor-Faktor yang Mempengeruhi Pertumbuhan Bibit

Pertumbuhan kelima bibit sempel pada tabel 1,2 terlihat tidak seragam, ketidak seragaman pertumbuhan bibit ini dipengaruhi oleh pemupukan yang kurang efektif. Menurut Lubis 2008 mengatakan bahwa, pemberian pupuk pada bibit sangat jelas memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan, namun jika pemberian yang berlebihan akan berpengaruh menekan pertumbuhan. Sedangkan pemberian pupuk yang kurang dapat menyebabkan kekurangan hara pada bibit kelapa sawit, misalnya pemendekan pelepah akibat kekurangan hara Boron.

Adapun beberapa faktor lain yang yang mempengaruhi pertumbuhan bibit yaitu :

1. Intensitas Cahaya Matahari

Sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat melakukan fotosintesis (khususnya tumbuhan hijau). Jika suatu tanaman kekurangan cahaya matahari, maka tanaman itu bisa tampak pucat dan warna tanaman itu kekuning-kuningan (etiolasi). Pada kecambah, justru sinar mentari dapat menghambat proses pertumbuhan (Waluyaningsi, 2008).

2. Kesalahan penanaman

Kesalahan penanaman (terlalu dalam atau terlalu dangkal), akan mempengaruhi lambatnya pertumbuhan karena kurangnya oksigen yang dibutuhkan tanaman dalam tanah (Sinuraya, R 2007)

3. Media tanam

Pemberian media tanam seharusnya menggunakan tanah yang berkualitas baik dan gembur. Pemberian tanah yang kurang baik dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, sedangkan tanah yang tidak gembur atau padat dapat mengakibatkan akar sulit berkembang dan menembus tanah untuk menyerap unsur hara dan air.

4. Penyiraman

Penyiraman harus dilakukan sesuai dengan aturan yang ada di perusahaan. Penyiraman yang berlebihan menyakibatkan daun bibit menguning sedangkan apabila kekurangan dapat terjadi kekeringan dan juga bibit kerdil.

Berdasarkan Pahan, 2006, menyatakan bahwa ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman sepanjang hidupnya yaitu :

1. Faktor Innate yaitu faktor yang terkait dengan genetik tanaman. Faktor ini bersifat mutlak dan sudah ada sejak mulai tebentuknya embrio.

2. Faktor Induce yaitu faktor yang mempengaruhi ekspresi sifat genetik sebagai manifestasi faktor lingkungan yang terkait dengan keadaan buatan manusia.

3. Faktor Enforce yaitu faktor lingkungan yang bersifat merangsang dan menghambat pertumbuhan produksi tanaman.

Daftar Pustaka

[PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2008. Pembibitan Kelapa Sawit, Bagaimana Memperoleh Bibit yang Jagur??. Medan. Indonesia

Lubis A.U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Indonesia, Edisi 2. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan

Sinuraya R. 2007. Diktat Mata Kuliah Pembibitan kelapa Sawit. Politeknik Citra Widya Edukasi. Jakarta

PT. Pupuk Sriwidjaja. 2010. Palembang. Sumatra Selatan-Indonesia

Business Smart dan Motivation News. 2009. Jakarta-Indonesia

Sukana E, dkk. 2006. Pengolahan Kesuburan Tanah dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan. Ilmu Tanah Universitas Gajah Madah. Jogjakarta

Pahan I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarata, Indonesia

[DIRJENBUN] Direktorat Jendral Perkebunan. 2009. Direktorat Perbenihan & Sarana Produksi. Perlunya Pemupukan Berimbang. Jakarta, Indonesia

[PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2007. Budidaya Kelapa Sawit, Kultur Teknis Kelapa Sawit. Medan, Sumatra Utara, Indonesia

Waluyaningsi C 2008. Bidang Studi IPA Biologi, Pengelompokan Makluk Hidup. Diposkan Oleh Majalah redaksi, Jakarta, Indonesia